Blogger Widgets PSYCHOLOGY - KBK FILSAFAT

Rabu, 12 November 2014

Pengaruh Perceraian Orangtua terhadapKognitif Anak Usia Remaja 

Latar Belakang
    Perceraian bukanlah sesuatu yang asing bagimasyarakat modern. Dalam sebuah hubunganrumah tanggatentunya tidak dapat selalu berjalandengan baik dan sesuai dengan apa yang diinginkanPerceraian adalah proses, perbuatan atau perpisahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Perceraian bukan hanya memengaruhi pasangan suami-istri saja, tetapi juga anak-anaknya. 
    Masa Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek untuk memasuki masa dewasa (Haryanto, 2010)Seorang remaja sudah memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai apa saja yang terjadi diantara kedua orangtuanya. Akan tetapi, para remaja juga mempunyai berbagai masalah yang dihadapi ketika orangtuanya menghadapi perceraian. Salah satu masalahnya berpengaruh terhadap kognitif para remaja (MacGregor, 2004/2005).

Faktor-faktor Penyebab Perceraian
    Menurut Nakamura, Turner & HelmsSudarto & Wirawan (dikutip dalam Dariyo, 2004). Perceraian disebabkan oleh banyak faktordiantaranya (a) kekerasan verbal, kekerasan yang dilakukan oleh seseorang terhadap pasangannya; (b) masalah ekonomi, kondisi ekonomi yang kurang tercukupi dapat menjadi penyebab suatu perceraian; (c) keterlibatan dalam perjudian, seorang suami sering terjebak dalam perjudian sampai harus mempertaruhkan segala harta bendanya; (d) keterlibatan dalam penggunaan narkoba, saat seorang suami atau istri menggunakan narkoba dapat memberikan contoh yang kurang baik bagi anak-anaknya; (e) perselingkuhan, merupakan perzinaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang bukan pasangannya.
    Perselingkuhan merupakan penyebab utama sebuah perceraian. “Sesungguhnya, sebuah hubungan dikategorikan sebagai perselingkuhan jika seorang suami atau seorang istri menjalin hubungan istimewa dengan orang lain yang bukan pasangannya” (Ginanjar, 2009). Hal ini berarti hubungan istimewa seorang suami atau istri dengan orang lain dapat berujung pada perselingkuhan.

Kehidupan Anak Remaja Setelah Perceraian Orangtua
    Pada saat setelah perceraianpengadilan akan memutuskan bagaimana orangtua akan berbagi tugas membesarkan anak setelah bercerai. Kini, hak asuh bersama lebih sering digunakan oleh para pasangan suami-istri yang bercerai (MacGregor, 2004/2005). Biasanya pada masa ini anak akan mengalami kesulitan dalam memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya. 
    Para remaja akan mengalami banyak kesulitan setelah menghadapi perceraian orangtuanya. Pada masa ini banyak sekali ancaman dari luar yang dapat merusak kehidupan seorang remaja, seperti penggunaan obat-obat terlarang dan perilaku seks bebas (MacGregor, 2004/2005). Permasalahan yang terjadi secara terus-menerus bisa menyebabkan para remaja cenderung mengambil  keputusan yang salah. 
  
Dampak Kognitif Bagi Remaja Setelah Perceraian
    Khun dikutip Brockmeyer, Treboux, & Crowell dalam Karina (2009) menyatakan bahwa:
Kognitif yang berlangsung pada remaja melibatkan aktifitas kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, berfikir secara kritis. Dibandingkan anak-anak, remaja cenderung lebih mampu menganalisis kejadian tertentu menghasilkan pendapat yang berbeda, dan mampu menelaah sebuah situasi berdasarkan dari banyak perspektif. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa perceraian yang tidak aman dimasa dewasa awal (h. 154).
Hal ini berarti, cara berpikir seorang remaja sudah lebih matang dibandingkan dengan anak-anak usia dibawahnya. Para remaja akan menjadi lebih kritis dalam menganalisis kejadian yang terjadi diantara kedua orangtuanya. 

Cara Orangtua Mengatasi Anak Korban Perceraian
    Saat sebuah pasangan mengambil solusi untukberceraiseluruh anggota keluarga akanmerasakan kesedihan terutama anak-anakKondisiini akan sulit diterima oleh tiap anakNamun, adabeberapa strategi yang dapat dilakukan untukmembantu anak agar bisa menerima artiperceraian dan menyembuhkan luka hatinya, diantaranya (a) tetaplah melibatkan diri, (b) hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak, (c) berbicara dengan anak (Stahl,  2000/2004).
    Tetaplah melibatkan diri. Kontak antara anak dan orangtua harus tetap dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengurangi rasa kehilangan bagi anak dan membantunya untuk lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perceraian orangtuanya (Stahl, 2000/2004). Seorang ayah atau ibu hendaknya tetap mengunjungi anak-anaknya agar para anak dapat tetap merasakan kehangatan keluarganya.
    Hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak (Stahl, 2000/2004). Persoalan antara suami-istri seharusnya tidak dibebankan kepada anak. Kedua belah pihak, baik suami maupun istri sebaiknya tidak saling menjatuhkan satu sama lain di depan anak, sebab anak dapat menangkapnya secara berbeda (Budiman, 2004). Konflik berkelanjutan antara suami-istri dapat membuat perasaan anak menjadi terbebani.
    Berbicara dengan anak. Orangtua harus tetap berkomunikasi dengan anak mengenai hak pemeliharaan dan mengatur jadwal kunjungan. Orangtua juga harus memberikan pengertian kepada anak bahwa perceraian terjadi bukan karena kesalahan anak. Komunikasi  yang baik dapat membuat anak belajar menghadapi masalah-masalah di masa depan (Stahl, 2000/2004).

Kesimpulan
    Perceraian adalah proses, perbuatan atau perpisahan. Perselingkuhan merupakan penyebab utama sebuah perceraian. Perceraian bukan hanya memengaruhi sebuah pasangan suami-istri saja, tetapi memengaruhi anak-anaknya. 
Ada banyak faktor yang memengaruhi sebuah perceraian diantaranya (a) kekerasan verbal, (b) masalah ekonomi, (c) keterlibatan dalam perjudian, (d) keterlibatan dalam penyalahgunaan minuman keras, (e) perselingkuhan.
    Kehidupan anak remaja setelah perceraian orangtua adalah masa-masa sulit dimana anak harus memilih untuk tinggal dengan ayah atau ibunya. Permasalahan secara terus-menerus dapat membuat para remaja terjerumus ke dalam pergaulan yang kurang baik. Dampak kognitif bagi remaja setelah perceraian yang berlangsung pada remaja melibatkan aktivitas kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, berpikir secara kritis. Cara orangtua mengatasi anak korban perceraian dibagi menjadi tiga cara, diantaranya (a) tetaplah melibatkan diri, (b) hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak, dan (c) berbicara dengan anak.
















Daftar Pustaka

Budiman, L. Ch. (2004). Menjadi orangtua idaman. Jakarta: Kompas.
Dariyo, A. (2004). Memahami psikologi perceraian dalam kehidupan anak. Ejurnal Psikologi 2(2), 96.Diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=62924&val=4564
Ginanjar, A. S. (2009). Pelangi di akhir badai. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Haryanto. (2010). Pengertian remaja menurut para ahli. Diunduh dari: http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/
Karina, C. (2004). Resiliensi remaja yang memiliki orangtua bercerai. Ejurnal 2(1), 154. Diunduh dari: http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/03/JURNAL%20DWI%20WINDA%20%2803-04-14-11-11-52%29.pdf
MacGregor, C. (2005). Buku panduan untuk remaja korban perceraian (G. Fadilla, Penerj.). Jakarta: Bhuana Populer. (Karya asli diterbitkan tahun 2004)
Moeliono, A.M. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Stahl, P. M. (2004). Menjadi orangtua setelah perceraian (U. Gyani, Penerj.). Jakarta: Gramedia. (Karya asli diterbitkan tahun 2000)
Pengaruh Perceraian Orangtua terhadapKognitif Anak Usia Remaja 

Latar Belakang
    Perceraian bukanlah sesuatu yang asing bagimasyarakat modern. Dalam sebuah hubunganrumah tanggatentunya tidak dapat selalu berjalandengan baik dan sesuai dengan apa yang diinginkanPerceraian adalah proses, perbuatan atau perpisahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Perceraian bukan hanya memengaruhi pasangan suami-istri saja, tetapi juga anak-anaknya. 
    Masa Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek untuk memasuki masa dewasa (Haryanto, 2010)Seorang remaja sudah memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai apa saja yang terjadi diantara kedua orangtuanya. Akan tetapi, para remaja juga mempunyai berbagai masalah yang dihadapi ketika orangtuanya menghadapi perceraian. Salah satu masalahnya berpengaruh terhadap kognitif para remaja (MacGregor, 2004/2005).

Faktor-faktor Penyebab Perceraian
    Menurut Nakamura, Turner & HelmsSudarto & Wirawan (dikutip dalam Dariyo, 2004). Perceraian disebabkan oleh banyak faktordiantaranya (a) kekerasan verbal, kekerasan yang dilakukan oleh seseorang terhadap pasangannya; (b) masalah ekonomi, kondisi ekonomi yang kurang tercukupi dapat menjadi penyebab suatu perceraian; (c) keterlibatan dalam perjudian, seorang suami sering terjebak dalam perjudian sampai harus mempertaruhkan segala harta bendanya; (d) keterlibatan dalam penggunaan narkoba, saat seorang suami atau istri menggunakan narkoba dapat memberikan contoh yang kurang baik bagi anak-anaknya; (e) perselingkuhan, merupakan perzinaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang bukan pasangannya.
    Perselingkuhan merupakan penyebab utama sebuah perceraian. “Sesungguhnya, sebuah hubungan dikategorikan sebagai perselingkuhan jika seorang suami atau seorang istri menjalin hubungan istimewa dengan orang lain yang bukan pasangannya” (Ginanjar, 2009). Hal ini berarti hubungan istimewa seorang suami atau istri dengan orang lain dapat berujung pada perselingkuhan.

Kehidupan Anak Remaja Setelah Perceraian Orangtua
    Pada saat setelah perceraianpengadilan akan memutuskan bagaimana orangtua akan berbagi tugas membesarkan anak setelah bercerai. Kini, hak asuh bersama lebih sering digunakan oleh para pasangan suami-istri yang bercerai (MacGregor, 2004/2005). Biasanya pada masa ini anak akan mengalami kesulitan dalam memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya. 
    Para remaja akan mengalami banyak kesulitan setelah menghadapi perceraian orangtuanya. Pada masa ini banyak sekali ancaman dari luar yang dapat merusak kehidupan seorang remaja, seperti penggunaan obat-obat terlarang dan perilaku seks bebas (MacGregor, 2004/2005). Permasalahan yang terjadi secara terus-menerus bisa menyebabkan para remaja cenderung mengambil  keputusan yang salah. 
  
Dampak Kognitif Bagi Remaja Setelah Perceraian
    Khun dikutip Brockmeyer, Treboux, & Crowell dalam Karina (2009) menyatakan bahwa:
Kognitif yang berlangsung pada remaja melibatkan aktifitas kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, berfikir secara kritis. Dibandingkan anak-anak, remaja cenderung lebih mampu menganalisis kejadian tertentu menghasilkan pendapat yang berbeda, dan mampu menelaah sebuah situasi berdasarkan dari banyak perspektif. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa perceraian yang tidak aman dimasa dewasa awal (h. 154).
Hal ini berarti, cara berpikir seorang remaja sudah lebih matang dibandingkan dengan anak-anak usia dibawahnya. Para remaja akan menjadi lebih kritis dalam menganalisis kejadian yang terjadi diantara kedua orangtuanya. 

Cara Orangtua Mengatasi Anak Korban Perceraian
    Saat sebuah pasangan mengambil solusi untukberceraiseluruh anggota keluarga akanmerasakan kesedihan terutama anak-anakKondisiini akan sulit diterima oleh tiap anakNamun, adabeberapa strategi yang dapat dilakukan untukmembantu anak agar bisa menerima artiperceraian dan menyembuhkan luka hatinya, diantaranya (a) tetaplah melibatkan diri, (b) hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak, (c) berbicara dengan anak (Stahl,  2000/2004).
    Tetaplah melibatkan diri. Kontak antara anak dan orangtua harus tetap dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengurangi rasa kehilangan bagi anak dan membantunya untuk lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perceraian orangtuanya (Stahl, 2000/2004). Seorang ayah atau ibu hendaknya tetap mengunjungi anak-anaknya agar para anak dapat tetap merasakan kehangatan keluarganya.
    Hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak (Stahl, 2000/2004). Persoalan antara suami-istri seharusnya tidak dibebankan kepada anak. Kedua belah pihak, baik suami maupun istri sebaiknya tidak saling menjatuhkan satu sama lain di depan anak, sebab anak dapat menangkapnya secara berbeda (Budiman, 2004). Konflik berkelanjutan antara suami-istri dapat membuat perasaan anak menjadi terbebani.
    Berbicara dengan anak. Orangtua harus tetap berkomunikasi dengan anak mengenai hak pemeliharaan dan mengatur jadwal kunjungan. Orangtua juga harus memberikan pengertian kepada anak bahwa perceraian terjadi bukan karena kesalahan anak. Komunikasi  yang baik dapat membuat anak belajar menghadapi masalah-masalah di masa depan (Stahl, 2000/2004).

Kesimpulan
    Perceraian adalah proses, perbuatan atau perpisahan. Perselingkuhan merupakan penyebab utama sebuah perceraian. Perceraian bukan hanya memengaruhi sebuah pasangan suami-istri saja, tetapi memengaruhi anak-anaknya. 
Ada banyak faktor yang memengaruhi sebuah perceraian diantaranya (a) kekerasan verbal, (b) masalah ekonomi, (c) keterlibatan dalam perjudian, (d) keterlibatan dalam penyalahgunaan minuman keras, (e) perselingkuhan.
    Kehidupan anak remaja setelah perceraian orangtua adalah masa-masa sulit dimana anak harus memilih untuk tinggal dengan ayah atau ibunya. Permasalahan secara terus-menerus dapat membuat para remaja terjerumus ke dalam pergaulan yang kurang baik. Dampak kognitif bagi remaja setelah perceraian yang berlangsung pada remaja melibatkan aktivitas kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, berpikir secara kritis. Cara orangtua mengatasi anak korban perceraian dibagi menjadi tiga cara, diantaranya (a) tetaplah melibatkan diri, (b) hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak, dan (c) berbicara dengan anak.
















Daftar Pustaka

Budiman, L. Ch. (2004). Menjadi orangtua idaman. Jakarta: Kompas.
Dariyo, A. (2004). Memahami psikologi perceraian dalam kehidupan anak. Ejurnal Psikologi 2(2), 96.Diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=62924&val=4564
Ginanjar, A. S. (2009). Pelangi di akhir badai. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Haryanto. (2010). Pengertian remaja menurut para ahli. Diunduh dari: http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/
Karina, C. (2004). Resiliensi remaja yang memiliki orangtua bercerai. Ejurnal 2(1), 154. Diunduh dari: http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/03/JURNAL%20DWI%20WINDA%20%2803-04-14-11-11-52%29.pdf
MacGregor, C. (2005). Buku panduan untuk remaja korban perceraian (G. Fadilla, Penerj.). Jakarta: Bhuana Populer. (Karya asli diterbitkan tahun 2004)
Moeliono, A.M. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Stahl, P. M. (2004). Menjadi orangtua setelah perceraian (U. Gyani, Penerj.). Jakarta: Gramedia. (Karya asli diterbitkan tahun 2000)
Pengaruh Perceraian Orangtua terhadapKognitif Anak Usia Remaja 

Latar Belakang
    Perceraian bukanlah sesuatu yang asing bagimasyarakat modern. Dalam sebuah hubunganrumah tanggatentunya tidak dapat selalu berjalandengan baik dan sesuai dengan apa yang diinginkanPerceraian adalah proses, perbuatan atau perpisahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Perceraian bukan hanya memengaruhi pasangan suami-istri saja, tetapi juga anak-anaknya. 
    Masa Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek untuk memasuki masa dewasa (Haryanto, 2010)Seorang remaja sudah memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai apa saja yang terjadi diantara kedua orangtuanya. Akan tetapi, para remaja juga mempunyai berbagai masalah yang dihadapi ketika orangtuanya menghadapi perceraian. Salah satu masalahnya berpengaruh terhadap kognitif para remaja (MacGregor, 2004/2005).

Faktor-faktor Penyebab Perceraian
    Menurut Nakamura, Turner & HelmsSudarto & Wirawan (dikutip dalam Dariyo, 2004). Perceraian disebabkan oleh banyak faktordiantaranya (a) kekerasan verbal, kekerasan yang dilakukan oleh seseorang terhadap pasangannya; (b) masalah ekonomi, kondisi ekonomi yang kurang tercukupi dapat menjadi penyebab suatu perceraian; (c) keterlibatan dalam perjudian, seorang suami sering terjebak dalam perjudian sampai harus mempertaruhkan segala harta bendanya; (d) keterlibatan dalam penggunaan narkoba, saat seorang suami atau istri menggunakan narkoba dapat memberikan contoh yang kurang baik bagi anak-anaknya; (e) perselingkuhan, merupakan perzinaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang bukan pasangannya.
    Perselingkuhan merupakan penyebab utama sebuah perceraian. “Sesungguhnya, sebuah hubungan dikategorikan sebagai perselingkuhan jika seorang suami atau seorang istri menjalin hubungan istimewa dengan orang lain yang bukan pasangannya” (Ginanjar, 2009). Hal ini berarti hubungan istimewa seorang suami atau istri dengan orang lain dapat berujung pada perselingkuhan.

Kehidupan Anak Remaja Setelah Perceraian Orangtua
    Pada saat setelah perceraianpengadilan akan memutuskan bagaimana orangtua akan berbagi tugas membesarkan anak setelah bercerai. Kini, hak asuh bersama lebih sering digunakan oleh para pasangan suami-istri yang bercerai (MacGregor, 2004/2005). Biasanya pada masa ini anak akan mengalami kesulitan dalam memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya. 
    Para remaja akan mengalami banyak kesulitan setelah menghadapi perceraian orangtuanya. Pada masa ini banyak sekali ancaman dari luar yang dapat merusak kehidupan seorang remaja, seperti penggunaan obat-obat terlarang dan perilaku seks bebas (MacGregor, 2004/2005). Permasalahan yang terjadi secara terus-menerus bisa menyebabkan para remaja cenderung mengambil  keputusan yang salah. 
  
Dampak Kognitif Bagi Remaja Setelah Perceraian
    Khun dikutip Brockmeyer, Treboux, & Crowell dalam Karina (2009) menyatakan bahwa:
Kognitif yang berlangsung pada remaja melibatkan aktifitas kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, berfikir secara kritis. Dibandingkan anak-anak, remaja cenderung lebih mampu menganalisis kejadian tertentu menghasilkan pendapat yang berbeda, dan mampu menelaah sebuah situasi berdasarkan dari banyak perspektif. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa perceraian yang tidak aman dimasa dewasa awal (h. 154).
Hal ini berarti, cara berpikir seorang remaja sudah lebih matang dibandingkan dengan anak-anak usia dibawahnya. Para remaja akan menjadi lebih kritis dalam menganalisis kejadian yang terjadi diantara kedua orangtuanya. 

Cara Orangtua Mengatasi Anak Korban Perceraian
    Saat sebuah pasangan mengambil solusi untukberceraiseluruh anggota keluarga akanmerasakan kesedihan terutama anak-anakKondisiini akan sulit diterima oleh tiap anakNamun, adabeberapa strategi yang dapat dilakukan untukmembantu anak agar bisa menerima artiperceraian dan menyembuhkan luka hatinya, diantaranya (a) tetaplah melibatkan diri, (b) hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak, (c) berbicara dengan anak (Stahl,  2000/2004).
    Tetaplah melibatkan diri. Kontak antara anak dan orangtua harus tetap dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengurangi rasa kehilangan bagi anak dan membantunya untuk lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perceraian orangtuanya (Stahl, 2000/2004). Seorang ayah atau ibu hendaknya tetap mengunjungi anak-anaknya agar para anak dapat tetap merasakan kehangatan keluarganya.
    Hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak (Stahl, 2000/2004). Persoalan antara suami-istri seharusnya tidak dibebankan kepada anak. Kedua belah pihak, baik suami maupun istri sebaiknya tidak saling menjatuhkan satu sama lain di depan anak, sebab anak dapat menangkapnya secara berbeda (Budiman, 2004). Konflik berkelanjutan antara suami-istri dapat membuat perasaan anak menjadi terbebani.
    Berbicara dengan anak. Orangtua harus tetap berkomunikasi dengan anak mengenai hak pemeliharaan dan mengatur jadwal kunjungan. Orangtua juga harus memberikan pengertian kepada anak bahwa perceraian terjadi bukan karena kesalahan anak. Komunikasi  yang baik dapat membuat anak belajar menghadapi masalah-masalah di masa depan (Stahl, 2000/2004).

Kesimpulan
    Perceraian adalah proses, perbuatan atau perpisahan. Perselingkuhan merupakan penyebab utama sebuah perceraian. Perceraian bukan hanya memengaruhi sebuah pasangan suami-istri saja, tetapi memengaruhi anak-anaknya. 
Ada banyak faktor yang memengaruhi sebuah perceraian diantaranya (a) kekerasan verbal, (b) masalah ekonomi, (c) keterlibatan dalam perjudian, (d) keterlibatan dalam penyalahgunaan minuman keras, (e) perselingkuhan.
    Kehidupan anak remaja setelah perceraian orangtua adalah masa-masa sulit dimana anak harus memilih untuk tinggal dengan ayah atau ibunya. Permasalahan secara terus-menerus dapat membuat para remaja terjerumus ke dalam pergaulan yang kurang baik. Dampak kognitif bagi remaja setelah perceraian yang berlangsung pada remaja melibatkan aktivitas kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, berpikir secara kritis. Cara orangtua mengatasi anak korban perceraian dibagi menjadi tiga cara, diantaranya (a) tetaplah melibatkan diri, (b) hindari konflik berkelanjutan di hadapan anak, dan (c) berbicara dengan anak.
















Daftar Pustaka

Budiman, L. Ch. (2004). Menjadi orangtua idaman. Jakarta: Kompas.
Dariyo, A. (2004). Memahami psikologi perceraian dalam kehidupan anak. Ejurnal Psikologi 2(2), 96.Diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=62924&val=4564
Ginanjar, A. S. (2009). Pelangi di akhir badai. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Haryanto. (2010). Pengertian remaja menurut para ahli. Diunduh dari: http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/
Karina, C. (2004). Resiliensi remaja yang memiliki orangtua bercerai. Ejurnal 2(1), 154. Diunduh dari: http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/03/JURNAL%20DWI%20WINDA%20%2803-04-14-11-11-52%29.pdf
MacGregor, C. (2005). Buku panduan untuk remaja korban perceraian (G. Fadilla, Penerj.). Jakarta: Bhuana Populer. (Karya asli diterbitkan tahun 2004)
Moeliono, A.M. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Stahl, P. M. (2004). Menjadi orangtua setelah perceraian (U. Gyani, Penerj.). Jakarta: Gramedia. (Karya asli diterbitkan tahun 2000)